PERAN SERTA MASYARAKAT

Posted: June 25, 2009 in Other Knowledgement

Istilah peran serta masyarakat mendominasi obrolan disegala bidang kehidupan masyarakat. Tidak hanya kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan aktivis-aktivis sosial lainnya, lembaga-lembaga internasional dan pemerintah Indonesia sendiri membicarakan dan menganalisis peran serta masyarakat, yang tidak jarang dengan bahasa dan versi yang masing-masing berbeda.
Begitu luasnya pengertian dan pemahaman peran serta masyarakat, sehingga menimbulkan beraneka ragam penafsiran, yang sering kali penafsiran pihak yang kuatlah yang timbul dan mereduksi peran serta yang bermakna (meaningfull participation).
Apa yang dicoba dilakukan dalam penulisan ini adalah merangkum pendapat-pendapat tentang peran serta masyarakat untuk, setidaknya, memberi wawasan yang lebih jelas tentang apa peran serta masyarakat itu. Apalagi setelah disadari peran serta masyarakat sendiri akan terus berkembang sesuai dengan dinamikanya dalam masyarakat.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberi gambaran tentang peran serta masyarakat dalam peengelolaan lingkungan dan dasar hukumnya di Indonesia, dengan lebih menekanan ruang peran serta masyarakat yang disediakan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan di negeri ini.

PERAN SERTA MASYARAKAT :
Suatu proses yang melibatkan masyarakat umum, dikenal sebagai peran serta masyarakat. Yaitu proses komunikasi dua arah yang berlangsung terus-menerus untuk meningkatkan pengertian masyarakat secara penuh atas suatu proses kegiatan, dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang berwenang (Canter, 1977). Secara sederhana Canter mendefinisikan sebagai feed-forward information (komunikasi dari pemerintah kepada masyarakat tentang suatu kebijakan) dan feedback information (komunikasi dari masyarakat ke pemerintah atas kebijakan itu).
Dari sudut terminologi peran serta msyarakat dapat diartikan sebagai suatu cara melakukan interaksi antara dua kelompok; Kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan (non-elite) dan kelompok yang selama ini melakukan pengambilan keputusan (elite). Bahasan yang lebih khusus lagi, peran serta masyarakat sesungguhnya merupakan suatu cara untuk membahas incentive material yang mereka butuhkan (Goulet, 1989). Dengan perkataan lain, peran serta masyarakat merupakan insentif moral sebagai “paspor” mereka untuk mempengaruhi lingkup-makro yang lebih tinggi, tempat dibuatnya suatu keputusan-keputusan yang sangat menetukan kesejahteraan mereka.
Cormick (1979) membedakan peran serta masyarakat dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan sifatnya, yaitu yang bersifat konsultatif dan bersifat kemitraan. Dalam peran serta masyarakat dengan pola hubungan konsultatif antara pihak pejabat pengambil keputusan dengan kelompok masyarakat yang berkepentingan, anggota-anggota masyarakatnya mempunyai hak untuk didengar pendapatnya dan untuk diberi tahu, dimana keputusan terakhir tetap berada di tangan pejabat pembuat keputusan tersebut. Sedang dalam konteks peran serta masyarakat yang bersifat kemitraan, pejabat pembuat keputusan dan anggota-anggota masyarakat merupakan mitra yang relatif sejajar kedudukannya. Mereka bersama-sama membahas masalah, mencari alternatif pemecahan masalah danmembahas keputusan.
Ternyata masih banyakyang memandang peran serta masyarakat semata-mata sebagai penyampaian informasi (public information), penyuluhan, bahkan sekedar alat public relation agar proyek tersebut dapat berjalan tanpa hambatan. Karenanya, peran serta masyarakat tidak saja digunakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan, tetapi juga digunakan sebagai tujuan (participation is an end itself)

Di era globalisasi sekarang ini, dimana masyarakat dapat mengakses seluruh informasi dengan cepat dan mereka bisa berinteraksi dengan siapapun, kapanpun dan dimanapun. Seakan-akan tidak ada lagi batas teritorial suatu negara, karena mereka sudah dapat dengan mudah mengetahui situasi dan kondisi diluar negaranya.Masyarakat disuguhkan dengan berbagai kenyataan yang melatarbelakangi sebuah kejadian. Artinya kita tahu bahwa motif dari setiap peristiwa di muka bumi ini selalu saja ada alasan yang berada sejalan dengan peristiwa itu. Hal ini menyebabkan kritisisme masyarakat menjadi lebih terasah. Sekarang, dengan globalisasi kita tidak bisa memandang sesuatu dengan hanya mengandalkan paradigma hitam putih atau Salah benar. Ada berbagai pertimbangan yang mengharuskan kita lebih dalam lagi untuk berpikir dan menilai sesuatu. Salah satu dari sekian banyak pertimbangan itu adalah memandang perlunya menyatukan prinsip demokrasi dan birokrasi.
Demokrasi sebagai salah satu paham yang mungkin asing ditelinga masyarakat kita, sekarang sudah menjadi santapan yang harus dilahap setiap hari dalam pergaulan pemerintahan. Begitu pula sistem pemerintahan (birokrasi) tidak bisa tertutup lagi dari demokrasi yang sedang digandrungi oleh masyarakat .
Era keterbukaan administrasi pemerintahan terhadap nilai-nilai demokrasi masih tergolong muda, namun kemajuan-kemajuan di dalamnya terasa sangat mengejutkan. Jika dari sudut pandang Indonesia, dimulai dari reformasi 1998 dengan lengsernya Soeharto sebagai simbol otoritarianesme sampai dengan dihapuskannya dwi fungsi ABRI dan yang terakhir adalah pemilihan presiden secara langsung.
Keberhasilan reformasi menjadi catatan penting dari momentum hadirnya penyatuan spirit demokrasi dan birokrasi.
Masalahnya seperti apakah penyatuan sprit itu bisa berlangsung sedangkan demokrasi dan birokrasi pada dasarnya memiliki prinsip yang berbeda. Dan seperti apakah proses asimilasi antara demokrasi dan birokrasi di era keterbukaan sekarang ini. Selain itu harus seperti apakah pejabat-pejabat pemerintahan bersikap menanggapi menyusupnya nilai-nilai demokrasi kedalam birokrasi.
Tiga pertanyaan di atas dapat diselesaikan melalui kehendak yang baik dari pejabat-pejabat pemerintahan yang sekarang berada dalam lingkaran kekuasaan. Mereka tidak bisa lagi duduk dalam posisi mendukung status qou untuk tetap bercokol dalam sistem administrasi pemerintahan. Dan perlu diingat masyarakat di era demokrasi memiliki kebebasan dalam rangka melakukan pengontrolan terhadap para pejabat publik. Aktifitas mereka dalam argumen demokrasi merupakan satu keharusan yang wajib untuk dijalankan.

Peran Demokrasi dalam Memberdayakan Masyarakat
Secara etimologis demokrasi berasal dari dua suku kata yaitu demos dan cratos. Demos berarti rakyat dan cratos adalah kekuatan atau pemerintahan. Jadi secara sederhana demokrasi bisa diartikan kedaulatan rakyat. Dan dalam bahasa pemerintahan demokrasi diartikan sebagai kehendak dari, oleh dan untuk rakyat. Berarti demokrasi merupakan paham yang mengedepankan kedaulatan rakyat dalam setiap aktifitas pemerintahan.
Sebagai sebuah sistem pemerintahan, ‘karier’ demokrasi diawali dari sebuah polis (negara kota) yang berada di Yunani. Jumlah rakyatnya waktu itu tidak lebih dari 300 ribu orang. Partisipasi rakyat hanya terbatas kepada mereka yang dianggap sah sebagai warga sipil, karena dalam tatanan masyarakat Yunani terbagai kedalam tiga bagian yaitu masyarakat sipil, pedagang dan budak. Bagi pedagang dan budak mereka tidak memiliki hak untuk ikut dalam proses pemerintahan yang demokratis.
Penjelasan di atas mengartikan bahwa demokrasi memang hanya cocok bagi sebuah negara yang memiliki warga yang tidak terlalu banyak. Sehingga apabila terjadi perluasan wilayah, perlu adanya penyerahan wewenang yang lebih bagi pihak yang memerintah. Dari sinilah demokrasi pernah mengalami kehilangan peran karena perluasan wilayah menuntut kekuasaan yang penuh bagi negara.

Jadi dalam perjalanannya, peran serta masyarakat menjadi suatu hal yang sangat pokok dan krusial. Masyarakat dapat memantau, mengkritisi, dan turut berpartisipasi aktif dalam suatu proses kegiatan, dimana masalah-masalah dan kebutuhan lingkungan sedang dianalisa oleh badan yang berwenang. Untuk memberdayakan masyarakat, diperlukan demokrasi yang seluas-luasnya dan tetap memegang prinsip tanggung jawab setiap masyarakat.

SUMBER:
Diambil dan diringkas dari beberapa sumber

Leave a comment